Jurnal Liburan Sumatera Barat Akhir Tahun 2011: Keindahan Tiga Rangkai Danau yang Terabaikan

Danau di Atas - Danau di Bawah dan Singkarak

Pemadangan Danau di Atas
Kata orang, saat di Sumatera Barat jangan lupa melihat danau yang ada disana. Walaupun memutuskan utuk tidak menginap di salah satu danau, paling tidak kami ingin melihat ketiganya.

Pilihan pertama untuk dikunjungi adalah Danau Kembar alias Danau di bawah dan di atas. Dari kota Padang kami berjalan melalui jalur Padang -  Solok ke danau kembar tersebut. Pak Fery supir mobil yang kami sewa hari ini tampaknya tidak terlalu merekomendasikan kami kesana. Sebenarnya pilihannya pada saat itu adalah kembali ke jalur selatan untuk melihat pantai Air manis tempat batu Malin Kundang dan Jembatan Akar yang ke arah Painan. Sayangnya kami sudah dari jalur selatan dan berjalan kesana akan menghabiskan waktu satu hari penuh, jadi kami putuskan untuk melihat-lihat danau yang termashyur di sekitar Sumatra Barat.

Perkebunan Teh menuju Danau Kembar
Perjalanan ke Danau kembar berbukit-bukit. Sebelum memasuki kota Solok mobil membelok ke kanan dan perjalanan dilanjutkan melewati kebun teh yang cantik. Sekitar makan siang kami sudah tiba di lokasi dimana kami bisa melihat panorama Danau di Bawah dan Danau di Atas dari satu tempat. Sebenarnya cukup indah pemandangannya, mengingatkan pada Panorama Danau kembar di Bali (Danau Buyan dan Tamblingan) di Bedugul. Berbeda dengan suasuana di Bali yang terawat dan terkesan ramah terhadap pengunjung tempat ini benar-benar TIDAK NYAMAN! Tak heran, Fery tidak merekomendasikan tempat ini.

  
Lokasi melihat panorama Danau Kembar yang tidak terawat
Dengan pemandangan yang indah namun fasilitas dan pelayanan yang separuh hati, tampaknya sulit mengharapkan orang yang pernah datang kesini untuk datang kedua kalinya. Baru masuk ke Lokasi Panorama ini kami sudah dihadang untuk meminta uang masuk. Duapuluh ribu melayang tanpa bukti karcis. Diatas, sudah ada yang meminta-minta sumbangan. Tidak ada fasilitas yang baik walaupun sudah membayar. Masuk WC bayar duaribu dan parkir dikenakan lagi bayaran oleh anak kecil yang tidak jelas fungsinya. Kami akhirnya membayar Rp2000 supaya dia tidak menghalangi mobil. Sementara itu  lapangan tempat panorama kotor tak terawat. Warung-warung kusam dan tidak bersahabat. Jangan kesini kecuali Anda benar-benar penasaran!

Danau Singkarak

Kami masih penasaran dengan Danau jadi perjalanan dilanjutkan ke Danau Singkarak. Untuk itu kami kembali ke jalan kecil menuju Solok. Berhubung tidak ada tempat makan yang sreg di hati di kawasan sekitar Danau Kembar kami makan di Solok lalu melanjutkan perjalanan ke Danau Singkarak. Menurut Fery, orang lebih memilih untuk ke Danau Singkarak dan setelah sampai disana kami bisa melihat kenapa Singkarak dipilih. Tempat kami berhenti di tepi danau juga dipenuhi warung, tapi paling tidak penampilannya agak lebih bersahabat  daripada di Danau Kembar. 

Danau Singkarak
Di Singkarak Anda bisa juga menyewa kapal untuk melihat-lihat. Tempat kami berhenti merupakan darmaga tambatan perahu tapi kami hanya berhenti untuk melihat-lihat sembari minum (soalnya sepertinya kami tidak akan diterima duduk-duduk disana kalau tidak membeli sesuatu walaupun pas keluar harus membayar parkir tanpa retribusi seharga Rp 5000). Di Singkarak terkenal dengan ikan Bilih, terlihat di Danau orang-orang yang naik perahu menjaring ikan Bilih. Ditepian jalan ikan bilih dijemur sementara di Pasar Ombilin, beragam ukuran ikan bilih dijual dalam kantung-kantung plastik di tepi jalan.  

Singkarak merupakan jalur kereta wisata dari Padang ke Sawah Lunto. Sayangnya kereta wisata ini hanya beroperasi hari Minggu saja. Dengan waktu yang terbatas kami tidak mungkin menaiki kereta ini, tapi di sepanjang perjalanan dari Singakrak kembali ke Padang melewati Lembah Anai kami berjalan bersisian dengan jalur kereta api. Ingin sekali rasanya naik kereta api ini!

Penjaja buah di sepanjang Danau Singkarak
Kami kembali tidak melalui Solok tapi memutar melewati Lembah Anai dan Padang panjang. Untuk pecinta buah-buahan, jalur ini menyenangkan karena disepanjang jalan banyak penjaja buah lokal. Mulai dari Markisa, Manggis sampai Duren. Kami sempat berhenti disebuah tempat, sebelum pasar Ombilin untuk membeli Manggis, Markis, Sawo dan Lemang Pisang. Senang sekali melihat penjaja buah yang berisi beragam buah  lokal (menyedihkan juga anak-anak agak bingung dengan beberapa jenis buah yang  jarang ditemui di Jabotabek) tanpa keberadaan buah import!  Untuk orang Jabotabek, harganya buah- buah ini  – terus terang agak nggak tega nawar karena buat ukuran kami sudah murah hehe….

Kolam renang di sisi sungai di dasar Lembah Anai
Lembah Anai memang indah. Kami baru tahu kalau di sepanjang sungai yang berarus deras banyak orang-orang yang membuay kolam-kolam renang. Kolam-kolam renang ini banyak didatangi oleh turis lokal. Ada satu sisi dengan air terjun yang ramai dengan pengunjung. Baru di Sumatera barat kami melihat banyak air terjun yang berada benar-benar di sisi jalan raya. Di jalur pesisir selatan malah ada air terjun yang dipakai untuk jasa pencucian mobil.

Jembatan kereta tampaknya tempat yang enak juga untuk melihat matahari terbenam, walaupun tidak untuk semua orang. Foto diambil setelah melewati Lembah Anai dari dalam mobil yang bergerak kencang, jadi tidak terlalu jelas ada orang di atas jembatan
Danau Maninjau

Danau Maninjau
Berhubung kami masih ingin melihat satu Danau lagi ditambah dengan hasrat untuk mencicipi kelok 44, esok harinya pada saat perjalanan menuju Bukit Tinggi dari Padang,  Fery merekomendasikan melihat Danau Maninjau. Jalur perjalanan yang dipilih adalah jalur pesisir dari Padang ke Pariaman – Tiku –Lubuk Basung lalu ke Danau Maninjau, dilanjutkan mendaki melewati kelok 44 menuju Bukit Tinggi. 

Perjalanan disepanjang pesisir cukup nyaman, walaupun jalannya kecil namun tidak macet. Disela-sela perumahan masyarakat bisa terlihat pantai yang indah. Di jalur ini banyak penjual buah naga dan semangka. Diujung jalur pantai menuju Danau Maninjau penjaja buah digantikan dengan labu besar. 

Setelah melewati sekitar 2 jam jalur pantai ditambah setengah jam masuk ke dalam daratan melewati PLTA Danau Maninjau, bukit dengan sungai berarus deras (disampingnya ada pemandian umum dengan water slide lumayan panjang), tibalah kami di Taman Wisata Muko-Muko yang merupakan titik pemberhentian wisata umum. Hmm..walaupun masih lebih baik daripada tempat rekreasi Panorama Danau Kembar, tempat ini juga relatif menyedihkan. Tak terawat dan kotor. Untuk masuk kesini ada karcis retribusi seharaga 3000rb per orang dewasa dan parkir mobil. 

Mungkin lebih baik kalau mau menikmati  Danau Maninjau sekalian saja makan di warung-warung yang menjorok ke arah danau atau menginap. Beberapa teman merekomendasikan Penginapan Nuansa Maninjau Resort. Sepertinya berhenti di tempat Wisata Muko-Muko tidak disarankan! Tempat wisata Muko-muko menghilangkan selera kami untuk makan di Danau Maninjau sehingga kami memutuskan untuk langsung ke Bukit Tinggi melewati Kelok 44 yang terkenal itu.   

Kelok 44, foto diambil dari dalam mobil yang bergerak
Saya rasa orang Sumatra Barat kalau ke Puncak pasti tidak akan kewalahan karena kelok 44 benar-benar istimewa. Tikungan tajam yang patah dan curam serasa tak habis-habisnya, namun dengan pemandangan Danau Maninjau di bawah yang indah maka jalan ini tidak terlalu terasa menakutkan. Sesekali ada monyet ekor panjang di pinggir jalan membuat pemandangan disana terasa sangat alami. Kalau Anda ke Sumatra Barat, cobalah jalur kelok 44 ini.

Comments

Wisata Negeri said…
Sumatera Barat memang punya banyak obyek wisata yang sangat memukau sekali.

Popular posts from this blog

CINTAKU DI KAMPUS BIRU

Jurnal Liburan Sumatera Barat Akhir Tahun 2011: Istana Pagaruyung

PULANG: Untuk para anak di rantau