DIPLOMASI DUREN
Cerita ini sebenarnya sudah dikeluarkan dalam fb saya, tapi anak saya mengingatkan untuk mengisi cerita di dalam blog ini (yang terlupakan beberapa tahun). Jadi, secara bertahap saya kirmkan lagi tulisan yang berserakan dalam fb.
-----------------------
Tiba-tiba saja “rumah Indonesia” dikejutkan dengan kehadiran seorang
peserta konferensi yang membawa sebuah duren di tangannya. Bau duren
yang khas segera memenuhi area pavilion yang tidak besar itu. Otomatis
beberapa kepala berambut hitam langsung berputar dengan hidung
mengendus-endus udara. Duren di Hawai’i?! Bagai magnet, orang-orang yang
tadinya sibuk berbicara satu sama lain langsung mengerubungi duren yang
dipegang oleh seorang bapak kulit putih yang fasih berbahasa Indonesia.
Orang itu, pak Mashuri (ya namanya memang sangat Indonesia karena dia
besar di Indonesia bahkan menikah dengan orang Indonesia), kemudian
mengatakan bahwa duren yang dipegangnya berasal dari kebun pak Daniel.
Duren itu dikirim sebagai ucapan selamat datang bagi orang Indonesia.
Kontan “rumah Indonesia’ riuh rendah dengan para pemburu duren….beberapa
orang bukan dari Indonesia pun ikut ramai datang karena penasaran.
Daniel tidak memberi satu saja, tapi dua buah dan mengundang kami untuk
datang ke kebunnya memanen duren.
Duren di Rumah Indonesia menjadi primadona. |
Pada akhir kongres, delegasi
Indonesia yang tersisa kemudian berkunjung ke rumah pak Daniel di lembah
Manoa. Walaupun usianya sudah 65 tahun, pak Daniel benar-benar sosok
yang bersemangat dengan gayanya yang menunjukkan “jiwa bebas” - gabungan
antara nyentrik dengan gypsi. Beberapa kali ke Indonesia, beliau
berteman akrab dengan beberapa orang Indonesia yang cukup ternama
seperti Aristide Katoppo dan keluarga Jelantik. Pak Daniel yang aslinya
adalah dokter medis, sudah tinggal lebih dari 30 tahun di rumahnya yang
bak benteng petualang di dalam hutan. Rumah utamanya memang tidak
istimewa dari depan, tapi ketika masuk, kita akan disuguhkan pemandangan
rumah pohon yang berada di atas pohon beringin berusia lebih dari 32
tahun.
Susah untuk menjelaskan bagaimana menakjubkannya rumah
pohon yang bak keluar dari buku cerita anak-anak. Paling tidak ada tiga
jembatan kanopi yang membentang menghubungkan rumah utama dengan rumah
pohon, dimana terdapat teras-teras terbuka dan jala-jala hammock serta
kursi gantung dreamcatcher yang indah tapi perlu nyali untuk
mendudukinya. Beberapa sudut malah menjadi tempat tinggal beberapa
mahasiswa dari Universitas Hawaii Manoa, dimana mereka menaruh tempat
tidur dan kelambu. Pak Daniel memang filantropis, karena rajin
memberikan beasiswa kepada berbagai orang muda, termasuk dari Indonesia.
Tiga jembatan kanopi yang ada dibuat berdasarkan pertumbuhan
pohon beringin. Jembatan terbawah adalah saat pohon beringin masih muda,
sedangkan jembatan teratas adalah jembatan terbaru yang menunjukkan
pertumbuhan pohon itu. Bisa dibilang rumah pohon ini tidak pernah
selesai karena secara organik terus berevolusi sesuai pertumbuhannya.
Dari atas rumah ini, kita bisa memandang ke arah pantai Waikiki dengan
gedung-gedung pencakar langitnya.
Tanpa rasa takut dan cekatan, Daniel turun naik tangga, melintasi jembatan-jembatan dengan tali untuk memandu kami melihat rumah pohon dan juga kolam (yang paling tidak habitat dari 10 jenis katak) dan tentu saja pohon duren. Paling tidak ada 5 duren jatuhan yang sudah siap di meja, ditambah dengn alpukat, jambu cherry, belimbing dan sukun. Pembicaraan makin hangat dengan hadirnya beberapa tamu yang beberapa diantaranya adalah peserta kongres. Ternyata pak Daniel juga mengundang beberapa orang lain yang berasal dari LSM lokal yang mendukung kongress IUCN di Hawaii. Mereka pun membawa berbagai buah tangan, seperti yang dilakukan pak Steven yang membawa sarang madu, mead dari madu, dan buah-buahan unik dari kebunnya. Hujan turun tidak mengurangi kehangatan pertemuan ini.
Tanpa rasa takut dan cekatan, Daniel turun naik tangga, melintasi jembatan-jembatan dengan tali untuk memandu kami melihat rumah pohon dan juga kolam (yang paling tidak habitat dari 10 jenis katak) dan tentu saja pohon duren. Paling tidak ada 5 duren jatuhan yang sudah siap di meja, ditambah dengn alpukat, jambu cherry, belimbing dan sukun. Pembicaraan makin hangat dengan hadirnya beberapa tamu yang beberapa diantaranya adalah peserta kongres. Ternyata pak Daniel juga mengundang beberapa orang lain yang berasal dari LSM lokal yang mendukung kongress IUCN di Hawaii. Mereka pun membawa berbagai buah tangan, seperti yang dilakukan pak Steven yang membawa sarang madu, mead dari madu, dan buah-buahan unik dari kebunnya. Hujan turun tidak mengurangi kehangatan pertemuan ini.
Kunjungan seru ke rumah pohon pak Daniel di lembah Manoa sambil meinikmati matahari terbenam |
Sungguh ini pesta penutup
tidak resmi yang paling mengesankan dari kegiatan kongres IUCN.
Terimakasih pak Daniel, pak Mashuri dan para Hawaii’an atas
keramahtamahannya. Sungguh, duren itu ternyata menyatukan!
Comments