LULUS DENGAN GEMILANG
Hari ini ramai sekali per-sms-an. Selain karena ada teman yang masuk RS, tapi juga karena anak saya yang paling tua dapat hasil UAN SMP. Salah satu sms berbunyi demikian “ Gimana Benz (nama anak saya)? Lulus dengan gemilang nggak?” Saya yang baca jadi langsung senyam-senyum.
Baru setelah kembali ke Indonesia setahun ini, saya jadi ikut pusing dan stress dengan sekolah anak-anak. Kepusingan terutama menghadapi anak-anak yang kudu beradaptasi dengan pelajaran di Indonesia.
Ada 3 mata ajaran yang diujikan di UAN: matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Untuk pelajaran bahasa Indonesia, saya memaksa Benz untuk baca KOMPAS setiap hari. Untuk mengeceknya apakah dia baca headlines doang atau plus isinya maka setiap saat saya tanya hal-hal yang berhubungan dengan berita terkini atau artikel yang ada di koran. Untuk bahasa Inggris, terus terang saya memang agak cuek. Pikir saya, dia sudah kenyang 4 tahun sekolah di Australia! Selain itu walaupun penggemar komik manga, tapi Benz juga mampu dan senang baca buku novel berbahasa Inggris. Bukan sekedar Harry Potter, Alex Ryder atau Artemis Fowl, buku-buku novel Agatha Christie atau Bryce Courtenay semisal Tandia yang hampir 1000 halaman saja dia baca. Jadi, anggapan saya bakalan aman lah untuk dua bahasa ini.
Momok utama UAN adalah matematika. Percaya lho, pelajaran matematika di Indonesia tingkatan SD-SMP itu jauuuhhh lebih tinggi daripada di Australia. Jadi, setengah mati tuh Benz dan Adinda mengejar pelajaran tersebut. Kacaunya, bisa dibilang Benz is not the real studious person. Wong salah satu cita-citanya (yang tidak direstui sang ibu) jadi professional gamer. Alhasil perlu motivasi besar dari ortu buat mengancam doi belajar. Sebenarnya 6 bulan terakhir itu jadwal belajar di sekolahnya penuh bener. Karena sekolah tidak mau tercatat sebagai sekolah yang lulusannya bernilai jelek, mereka memberi pelajaran tambahan khusus untuk pelajaran yang di UAN-kan. Di luar itu, saya masih memaksa anak untuk les privat matematika tambahan Rasanya kasihan juga lihat dia sekolah jam 7 sampai jam 3, lalu les tambahan sampai magrib. Pokoknya kalau anak gue nggak lulus terus menterinya bilang bahwa yang anak-anak yang nggak lulus karena nggak belajar - wah gue bakalan mangkel berat deh! Apalagi berita-berita terakhir tentang UAN SMU kan menunjukkan beberapa anak pinter yang nggak lulus UAN gara-gara jeblog di Matematika. Mengingat kemampuan Benz di Matematika yang rada-rada payah, saya deg-degan juga.
Konon, hasil UAN diumumkan jam 9 pagi ini. Berhubung saya harus menguji mahasiswa bimbingan di UI, sang Bapak yang bertugas mengambil hasil. Ditunggu-tunggu sampai jam 10, belum juga ada kabar. Wah, saya mulai stress. Jangan-jangan si Benz nggak lulus dan Bapaknya nggak mau bikin saya stress saat menguji mahasiswa sehinga dia nggak kirim kabar. Apalagi pada saat UAN Benz sakit flu berat. Badannya panas dan saya paksa dia ikut ujian di sekolah karena nggak ada kan ujian susulan. Pokoknya sepanjang nggak pingsan, kudu ujian!
Terbersit di hati apa yang harus dilakukan kalau Benz nggak lulus. Ngulang satu tahun untuk satu mata pelajaran bener-bener ngabisin waktu, lagipula pelajaran yang lain seperti IPA, IPS, dan sebagainya itu sepertinya Benz bagus. Terpikir antara lain mengikutkan dia ujian persamaan lalu sisa waktunya mengajak dia ke lapangan seperti ke Irian atau Siberut, atau home schooling.
Baru jam sekitar 10.30 (diam-diam) saya menengok HP yang ternyata sudah masuk berita. Benz lulus ujian. Alhamdulillah, nggak jadi home schooling! Benz lulus dengan baik (rata-rata 8 bo) dengan matematika 7.33 dan Bahasa Inggris 8.6 (rada mengesalkan juga ya). Ternyata nilai rata-rata 8 yang kalau di IPB tuh sudah dapat A masih dianggap kurang “gemilang” karena sekolah SMU yang konon terbaik di Bogor meminta siswa baru minimal hasil UAN-nya >27.3. Gile coy, kalau anak-anak yang masuk disana nilai rata-ratanya 9, ngapain lagi gurunya? Untunglah, dari awal Benz memang nggak tertarik untuk masuk sekolah itu …. jadi nggak usah stresslah gue maksain anak masuk sekolah “terbaik”.
Ngomong-ngomong soal cemerlang, perlu diingat ya bahwa nilai gemilang tidak berbanding lurus dengan keberhasilan orang di karir. Banyak orang yang nilainya biasa-biasa saja malah bisa berhasil dengan baik di pekerjaannya. Jaman dulu SMA, gue termasuk yang nggak gemilang kok. Ikutan ujian masuk universitas, terdampar di IPB yang pilihan ke-2. Pilihan pertamanya, Biologi UI. Eh …… sekarang malah gue membimbing mahasiswa S1 dan pasca sarjana dari jurusan yang menolak gue dulu karena nilai dianggap tidak gemilang sehingga tidak eligible kuliah disana… ha…..ha……
Baru setelah kembali ke Indonesia setahun ini, saya jadi ikut pusing dan stress dengan sekolah anak-anak. Kepusingan terutama menghadapi anak-anak yang kudu beradaptasi dengan pelajaran di Indonesia.
Ada 3 mata ajaran yang diujikan di UAN: matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Untuk pelajaran bahasa Indonesia, saya memaksa Benz untuk baca KOMPAS setiap hari. Untuk mengeceknya apakah dia baca headlines doang atau plus isinya maka setiap saat saya tanya hal-hal yang berhubungan dengan berita terkini atau artikel yang ada di koran. Untuk bahasa Inggris, terus terang saya memang agak cuek. Pikir saya, dia sudah kenyang 4 tahun sekolah di Australia! Selain itu walaupun penggemar komik manga, tapi Benz juga mampu dan senang baca buku novel berbahasa Inggris. Bukan sekedar Harry Potter, Alex Ryder atau Artemis Fowl, buku-buku novel Agatha Christie atau Bryce Courtenay semisal Tandia yang hampir 1000 halaman saja dia baca. Jadi, anggapan saya bakalan aman lah untuk dua bahasa ini.
Momok utama UAN adalah matematika. Percaya lho, pelajaran matematika di Indonesia tingkatan SD-SMP itu jauuuhhh lebih tinggi daripada di Australia. Jadi, setengah mati tuh Benz dan Adinda mengejar pelajaran tersebut. Kacaunya, bisa dibilang Benz is not the real studious person. Wong salah satu cita-citanya (yang tidak direstui sang ibu) jadi professional gamer. Alhasil perlu motivasi besar dari ortu buat mengancam doi belajar. Sebenarnya 6 bulan terakhir itu jadwal belajar di sekolahnya penuh bener. Karena sekolah tidak mau tercatat sebagai sekolah yang lulusannya bernilai jelek, mereka memberi pelajaran tambahan khusus untuk pelajaran yang di UAN-kan. Di luar itu, saya masih memaksa anak untuk les privat matematika tambahan Rasanya kasihan juga lihat dia sekolah jam 7 sampai jam 3, lalu les tambahan sampai magrib. Pokoknya kalau anak gue nggak lulus terus menterinya bilang bahwa yang anak-anak yang nggak lulus karena nggak belajar - wah gue bakalan mangkel berat deh! Apalagi berita-berita terakhir tentang UAN SMU kan menunjukkan beberapa anak pinter yang nggak lulus UAN gara-gara jeblog di Matematika. Mengingat kemampuan Benz di Matematika yang rada-rada payah, saya deg-degan juga.
Konon, hasil UAN diumumkan jam 9 pagi ini. Berhubung saya harus menguji mahasiswa bimbingan di UI, sang Bapak yang bertugas mengambil hasil. Ditunggu-tunggu sampai jam 10, belum juga ada kabar. Wah, saya mulai stress. Jangan-jangan si Benz nggak lulus dan Bapaknya nggak mau bikin saya stress saat menguji mahasiswa sehinga dia nggak kirim kabar. Apalagi pada saat UAN Benz sakit flu berat. Badannya panas dan saya paksa dia ikut ujian di sekolah karena nggak ada kan ujian susulan. Pokoknya sepanjang nggak pingsan, kudu ujian!
Terbersit di hati apa yang harus dilakukan kalau Benz nggak lulus. Ngulang satu tahun untuk satu mata pelajaran bener-bener ngabisin waktu, lagipula pelajaran yang lain seperti IPA, IPS, dan sebagainya itu sepertinya Benz bagus. Terpikir antara lain mengikutkan dia ujian persamaan lalu sisa waktunya mengajak dia ke lapangan seperti ke Irian atau Siberut, atau home schooling.
Baru jam sekitar 10.30 (diam-diam) saya menengok HP yang ternyata sudah masuk berita. Benz lulus ujian. Alhamdulillah, nggak jadi home schooling! Benz lulus dengan baik (rata-rata 8 bo) dengan matematika 7.33 dan Bahasa Inggris 8.6 (rada mengesalkan juga ya). Ternyata nilai rata-rata 8 yang kalau di IPB tuh sudah dapat A masih dianggap kurang “gemilang” karena sekolah SMU yang konon terbaik di Bogor meminta siswa baru minimal hasil UAN-nya >27.3. Gile coy, kalau anak-anak yang masuk disana nilai rata-ratanya 9, ngapain lagi gurunya? Untunglah, dari awal Benz memang nggak tertarik untuk masuk sekolah itu …. jadi nggak usah stresslah gue maksain anak masuk sekolah “terbaik”.
Ngomong-ngomong soal cemerlang, perlu diingat ya bahwa nilai gemilang tidak berbanding lurus dengan keberhasilan orang di karir. Banyak orang yang nilainya biasa-biasa saja malah bisa berhasil dengan baik di pekerjaannya. Jaman dulu SMA, gue termasuk yang nggak gemilang kok. Ikutan ujian masuk universitas, terdampar di IPB yang pilihan ke-2. Pilihan pertamanya, Biologi UI. Eh …… sekarang malah gue membimbing mahasiswa S1 dan pasca sarjana dari jurusan yang menolak gue dulu karena nilai dianggap tidak gemilang sehingga tidak eligible kuliah disana… ha…..ha……
Comments