JEMPOL
Biasanya
orang paling senang kalau mengerjakan sesuatu kemudian dipuji oleh orang sambil
mengatakan, “Jempol” dengan menaikkan jempol ke atas. Sebaliknya, kalau jempol
diacungkan ke bawah…ditambah mimik mencibir sang pemilik jempol…aduh …rasanya
pasti kesal! Tentunya yang dimaksud dengan jempol disini adalah jari pertama
atau lebih dikenal dengan ibu jari. Jadi, bukan Jempol di Negeri Sembilan,
Malaysia.
Jempol
punya banyak fungsi dalam komunikasi non-verbal. Orang Jawa yang santun tidak
boleh menunjuk sesuatu menggunakan jari telunjuk. Sebagai gantinya mereka
mengepalkan jari-jari kecuali jempol dan mengarahkan jempol kearah yang dituju.
Hal yang sama dilakukan oleh para hitch hiker yang mau menumpang dalam perjalanan. Bedanya,
kalau orang Jawa santun menunjuk sambil merendahkan badan dengan posisi tangan
yang merapat badan serta jempol merapat pada kepalan, para pelancong gratisan
ini berdiri tegak (biasanya di pinggir jalan) dan mengacungkan jempol dengan
tangan terentang dan jempol tegak dari kepalan.
Jempol
juga punya fungsi untuk menenangkan. Tidak percaya? Lihat saja bayi yang punya
kebiasaan ngenyot. Biasanya hal yang bisa membuat mereka tenang adalah memasukkan
jempolnya ke mulut. Sampai saat ini selalu ada perdebatan apakah bayi yang
mengenyot dibiarkan saja atau harus dicegah. Dulu, salah satu anak saya punya
kebiasaan ngenyot sampai jempolnya kapalan. Berbagai cara dicoba untuk memberhentikan
kebiasan ini. Mendekati TK, saat periksa
gigi oleh dokter gigi keluarga yang baik, diberi pengertian bahwa kebiasaan ini
akan membuat gigi tumbuh miring… tak lama langsung si kecil menghentikan
kebiasaan mengenyotnya! Memang benar kata orang, kadang-kadang nasehat lebih
mudah diterima dari professional daripada sang ibu yang memberi nasehat sama
namun tidak dipercaya. Gak laku hehe…..
Diluar fungsi jempol sebagai alat komunikasi non-verbal,
kadangkala jempol sering tidak dianggap penting dibanding anggota badan
lainnya. Beberapa minggu ini saya kena
musibah yang mengingatkan saya bahwa jempol juga tidak kalah
penting dari anggota badan lainnya. Musibah pertama terjadi saat pintu lemari dorong (dari
Jati nan kokoh) lepas dari engselnya. Pintu jatuh tepat di atas jempol kaki. Sakitnya
luar biasa, tidak hanya pada jempol tapi di sekitar jari lain dan merambat
sampai ke ujung kepala. Tiga hari sulit untuk memakai sepatu sehingga terpaksa “cuti”
kerja di rumah. Hampir 3 minggu berlalu saya baru mampu shalat duduk.
Masalahnya saat masih sakit, nyeri di jempol sulit berkompromi
pada posisi sujud dan duduk.
Rupanya
jempol tangan juga tidak mau kalah. Dua minggu kemudian, jempol tangan terjepit
pintu mobil. Seperti kata orang Indonesia, untungnya tidak terlalu parah dibanding
dengan kejadian jempol kaki. Kebetulan kejadian berlangsung saat saya sedang
heboh-hebohnya berbalas sms dengan teman. Gara-gara ini sms terputus dan saya
cuekin semua sms. Besoknya saya minta maaf nggak jawab sms karena jempol
bengkak. Selain itu ternyata jempol tangan penting untuk memegang sesuatu.
Selama hampir dua hari susah bagi saya memegang ballpoint. Alhasil proposal mahasiswa yang harus saya tandatangani
terlihat amburadul!
Pentingnya
jempol bukan hanya untuk manusia saja. Katak jantan kalau kawin (amplexus)
menggunakan jempol untuk memegang erat betinanya. Biasanya pada saat musim
kawin ada penebalan kulit di sekitar jempol sehingga jempol lebih kasar dan
berwarna lebih tua. Fungsinya untuk memudahkan jantan menempel pada betina.
Oleh karena itu, peneliti katak yang melakukan penandaan dengan cara amputasi
jari biasanya tidak memotong jempol katak jantan. Kalau katak batal kawin
gara-gara penelitian kan kasihan juga…..
Comments