"Lost in Translation" di Beijing
Beberapa kali orang bilang, nyasar di Cina merepotkan karena hampir tidak ada yang bisa ditanya. Ah, masak sih pikir saya. Wong negara sudah maju gitu, pastinya ada dong yang bisa ditanyain. Apalagi kan sudah jaman super canggih begini, segala peta dan tempat yang patut dikunjungi bisa dicari di internet. Urusan nyasar mah sudah tidak berlaku lagi. Jadi begitu saya tahu pertengahan bulan Agustus 2009 akan ikut seminar di Beijing maka yang pertama ditanya adalah mas Google dan memasukkan semua informasi dalam hardisk laptop.
Nasib sial pertama dimulai dari pesawat menuju Beijing. Laptop jatuh atas kesalahan sendiri (jadi percuma juga ngomelin diri sendiri) dan jelas bahwa tidak bisa digunakan. Untungnya, informasi alamat hotel sudah dicetak karena niatnya memang langsung menunjukkan tulisan hotel ke supir taksi. Perjalanan dari bandara ke hotel lumayan lama dan tanpa percakapan. Pasalnya supirnya memang tidak bisa berbahasa Inggris tapi setelah melihat tulisan mandarin nama hotel dia mengangguk-angguk. Jadi ya, pasrah saja. Masalah baru timbul setelah tiba di hotel. Alamak, ternyata tempat seminar itu ada di resor yang terdiri dari satu kompleks berbagai bangunan. Bahkan untuk ke satu bangunan dengan bangunan yang lain dihubungi dengan monorail.
Tanpa banyak bicara, supir menurunkan saya di halaman sebuah bangunan yang entah dimana pintu depannya. Saat itu sekitar jam 7 pagi, saya mencoba positif, ini resor besar masak nggak ada yang ngerti bahasa Inggris. Eh, rupanya memang terlalu optimis. Setelah hampir 1 jam lamanya menggeret-geret koper dan bertanya hampir ke-10 orang termasuk orang yang saya duga resepsionis di salah satu gedung, barulah saya berhasil mendapat orang yang mengerti bahwa saya perlu ke hotel yang menjadi tempat registrasi seminar.
Kehebohan berikutnya terjadi di depan resepsionis, registrasi kacau karena resepsionis banyak yang bahasa Inggrisnya pas-pasan sehingga peserta frustasi menanyakan booking mereka yang tiba-tiba hilang. Perlu waktu antre sekitar 1,5 jam untuk akhirnya saya mendapatkan kamar. Pastinya, lega banget mendengar ada orang yang bisa berbicara dengan bahasa yang saya mengerti.
Hanya ada satu hari waktu jalan-jalan saat seminar. Seminar ini lumayan baik hati, di tengah seminar ada hari kosong sehingga peserta bisa jalan-jalan (dan hotel masih dibayarin... hore...). Terlalu pelit beli buku travel guide, kembali lagi mengandalkan mas google. Berhubung laptop rusak, minta tolong ke kenalan ketemu di seminar untuk akses wifi pakai laptopnya. Ampun, berhubung orang Meksiko, semuanya disetting pake bahasa sono. Puyeng deh… Untung bisa akses mas google berbahasa inggris (di Cina tidak bisa pake facebook ya…. diblokir sama negara), jadi saya bisa mencatat tempat-tempat wajib kunjung termasuk diantaranya Great Wall dan Lapangan Tiananmen yang langsung saya coret. Alasannya, pegel ah jalan nanjak! Waktu mepet dan saya mau lihat pusat kota sukur-sukur ada barang murah meriah bisa dibeli.
Repotnya jalan di Beijing adalah susah cari orang yang bisa ditanya dengan bahasa Inggris. Oleh karena itu, siap-siap bawa kartu nama hotel pakai bahasa Mandarin. Jadi kalau nyasar dan terpaksa pakai taksi, sodori saja kartu nama. Kalau naik kendaraan umum, kalau bisa naiklah Subway. Kereta dan stasiunnya modern, bersih, ada papan penunjuk dengan bahasa Inggris (pengumuman juga menggunakan tambahan bahasa Inggris) dan yang penting murah!
Disalah satu gang di jalan wangfujin, terdapat toko-tokok kecil yang menjual barang suvenir dan berbagai makanan aneh. Mau makan sate salamander atau serangga? Nah silahkan saja coba!
Dari Wangfujin rencananya adalah melihat Pearl Market. Tanya orang kanan kiri tidak ada yang bisa menjawab bagaimana caranya menuju Pearl Market . Akhirnya setelah cukup frustasi, saya mengambil keputusan untuk menuju toko buku berbahasa Inggris (bukan toko buku besar yang pertama), kemudian mencari buku travel guide. Untung ketemu buku Lonely planet, langsung saja buka bagian Beijing dan catat nomor subway yang harus diambil serta stasiun pemberhentian ke Pearl Market. Praktis, tidak perlu beli bukunya dan tidak capek hehe…
Pearl market tidak hanya menjual mutiara seperti nama harafiahnya, tapi juga menjual beragaman barang mulai dari sepatu, tas, baju, mainan, suvernir sampai barang elektronik. Catatan: banyak barang-barang elektronik palsu disini, lebih baik tidak usah beli karena kualitasnya rendah dan hanya tahan beberapa hari atau jam saja, setelah itu tinggal dibuang! Di Pearl market, kebanyakan para penjual akan memberi harga awal yang super tinggi. Kalau di Bali biasanya kita menawar separuh harga saja rasanya nggak enak hati, di Beijing berbeda. Tawarlah harga barang 10-20% dari harga pertama yang disebut oleh penjual. Pokoknya tawar gila-gilaan. Jangan kuatir soal bahasa karena semua penjual disana berbekalkan kalkulator. Pencet saja angka di kalkulator, tidak masalah antara pedagang dan pembeli tidak mengerti bahasa masing-masing karena ada bahasa universal yang dimengerti .... uang! Nah untuk yang satu ini tidak ada lost in translation!
Nasib sial pertama dimulai dari pesawat menuju Beijing. Laptop jatuh atas kesalahan sendiri (jadi percuma juga ngomelin diri sendiri) dan jelas bahwa tidak bisa digunakan. Untungnya, informasi alamat hotel sudah dicetak karena niatnya memang langsung menunjukkan tulisan hotel ke supir taksi. Perjalanan dari bandara ke hotel lumayan lama dan tanpa percakapan. Pasalnya supirnya memang tidak bisa berbahasa Inggris tapi setelah melihat tulisan mandarin nama hotel dia mengangguk-angguk. Jadi ya, pasrah saja. Masalah baru timbul setelah tiba di hotel. Alamak, ternyata tempat seminar itu ada di resor yang terdiri dari satu kompleks berbagai bangunan. Bahkan untuk ke satu bangunan dengan bangunan yang lain dihubungi dengan monorail.
Tanpa banyak bicara, supir menurunkan saya di halaman sebuah bangunan yang entah dimana pintu depannya. Saat itu sekitar jam 7 pagi, saya mencoba positif, ini resor besar masak nggak ada yang ngerti bahasa Inggris. Eh, rupanya memang terlalu optimis. Setelah hampir 1 jam lamanya menggeret-geret koper dan bertanya hampir ke-10 orang termasuk orang yang saya duga resepsionis di salah satu gedung, barulah saya berhasil mendapat orang yang mengerti bahwa saya perlu ke hotel yang menjadi tempat registrasi seminar.
Kehebohan berikutnya terjadi di depan resepsionis, registrasi kacau karena resepsionis banyak yang bahasa Inggrisnya pas-pasan sehingga peserta frustasi menanyakan booking mereka yang tiba-tiba hilang. Perlu waktu antre sekitar 1,5 jam untuk akhirnya saya mendapatkan kamar. Pastinya, lega banget mendengar ada orang yang bisa berbicara dengan bahasa yang saya mengerti.
Hanya ada satu hari waktu jalan-jalan saat seminar. Seminar ini lumayan baik hati, di tengah seminar ada hari kosong sehingga peserta bisa jalan-jalan (dan hotel masih dibayarin... hore...). Terlalu pelit beli buku travel guide, kembali lagi mengandalkan mas google. Berhubung laptop rusak, minta tolong ke kenalan ketemu di seminar untuk akses wifi pakai laptopnya. Ampun, berhubung orang Meksiko, semuanya disetting pake bahasa sono. Puyeng deh… Untung bisa akses mas google berbahasa inggris (di Cina tidak bisa pake facebook ya…. diblokir sama negara), jadi saya bisa mencatat tempat-tempat wajib kunjung termasuk diantaranya Great Wall dan Lapangan Tiananmen yang langsung saya coret. Alasannya, pegel ah jalan nanjak! Waktu mepet dan saya mau lihat pusat kota sukur-sukur ada barang murah meriah bisa dibeli.
Repotnya jalan di Beijing adalah susah cari orang yang bisa ditanya dengan bahasa Inggris. Oleh karena itu, siap-siap bawa kartu nama hotel pakai bahasa Mandarin. Jadi kalau nyasar dan terpaksa pakai taksi, sodori saja kartu nama. Kalau naik kendaraan umum, kalau bisa naiklah Subway. Kereta dan stasiunnya modern, bersih, ada papan penunjuk dengan bahasa Inggris (pengumuman juga menggunakan tambahan bahasa Inggris) dan yang penting murah!
Berhubung waktu terbatas, saya hanya jalan-jalan di dua tempat yaitu Wangfujin Street dan Pearl market atau Hongqiao Market . Jalan Wangfujin sebenarnya merupakan jalur pedestrian dengan berbagai toko dan mall di sisi kanan serta kiri jalan. Dasar kutu buku, toko pertama yang dicari adalah toko buku. Ada satu toko buku besar disini yaitu Wangfujin Book Store dekat Oriental Plaza. Toko berlantai 6 ini hampir seluruhnya berisi buku berbahasa Mandarin, walaupun ada satu bagian berisi buku berbahasa Inggris. Segala macam buku ada disana, mulai dari sastra, kesenian kaligrafi, buku kerajinan tangan sampai musik. Menyenangkan sekali disana, wong buku musiknya lengkap (biola, piano, flute, dll). Walaupun judul depannya pakai huruf kanji untungnya not baloknya standar, bisa dimengerti pemain musik hehe… Begitu juga buku kerajinan seperti buku merajut yang skemanya mudah dimengerti. Bukan itu saja, harga bukunya murah banget! Alhasil, saya ngendon disana lebih dari 2 jam dan pulang bawa buku berkilo-kilo. Kalau tidak ingat batas bagasi 20 kg mungkin bisa lebih kalap lagi ….
Disalah satu gang di jalan wangfujin, terdapat toko-tokok kecil yang menjual barang suvenir dan berbagai makanan aneh. Mau makan sate salamander atau serangga? Nah silahkan saja coba!
Dari Wangfujin rencananya adalah melihat Pearl Market. Tanya orang kanan kiri tidak ada yang bisa menjawab bagaimana caranya menuju Pearl Market . Akhirnya setelah cukup frustasi, saya mengambil keputusan untuk menuju toko buku berbahasa Inggris (bukan toko buku besar yang pertama), kemudian mencari buku travel guide. Untung ketemu buku Lonely planet, langsung saja buka bagian Beijing dan catat nomor subway yang harus diambil serta stasiun pemberhentian ke Pearl Market. Praktis, tidak perlu beli bukunya dan tidak capek hehe…
Pearl market tidak hanya menjual mutiara seperti nama harafiahnya, tapi juga menjual beragaman barang mulai dari sepatu, tas, baju, mainan, suvernir sampai barang elektronik. Catatan: banyak barang-barang elektronik palsu disini, lebih baik tidak usah beli karena kualitasnya rendah dan hanya tahan beberapa hari atau jam saja, setelah itu tinggal dibuang! Di Pearl market, kebanyakan para penjual akan memberi harga awal yang super tinggi. Kalau di Bali biasanya kita menawar separuh harga saja rasanya nggak enak hati, di Beijing berbeda. Tawarlah harga barang 10-20% dari harga pertama yang disebut oleh penjual. Pokoknya tawar gila-gilaan. Jangan kuatir soal bahasa karena semua penjual disana berbekalkan kalkulator. Pencet saja angka di kalkulator, tidak masalah antara pedagang dan pembeli tidak mengerti bahasa masing-masing karena ada bahasa universal yang dimengerti .... uang! Nah untuk yang satu ini tidak ada lost in translation!
Comments